Minggu, 09 Juni 2013

Resusitasi Jantung Paru (RJP)



ALGORITMA DASAR
1. Ada pasien tidak sadar
2. Pastikan kondisi tempat pertolongan aman bagi pasien dan penolong
3. Beritahukan kepada lingkungan kalau anda akan berusaha menolong
4. Cek kesadaran pasien
Lakukan dengan metode AVPU
     a. A –> Alert : Korban sadar jika tidak sadar lanjut ke poin V
     b. V –> Verbal : Cobalah memanggil-manggil korban dengan berbicara keras di telinga
         korban ( pada tahap ini jangan sertakan dengan menggoyang atau menyentuh
         pasien ), jika tidak merespon lanjut ke P
     c. P –> Pain : Cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang paling mudah adalah
        menekan bagian putih dari kuku tangan (di pangkal kuku), selain itu dapat juga
       dengan menekan bagian tengah tulang dada (sternum) dan juga areal diatas mata
       (supra orbital)
     d.U –> Unresponsive : Setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien masih tidak bereaksi
         maka pasien berada dalam keadaan unresponsive
5.Call for Help, mintalah bantuan kepada masyarakat di sekitar untuk menelpon ambulans
(118) dengan memberitahukan :
    a. Jumlah korban
    b. Kesadaran korban (sadar atau tidak sadar)
    c. Perkiraan usia dan jenis kelamin ( ex: lelaki muda atau ibu tua)
    d. Tempat terjadi kegawatan ( alamat yang lengkap)
6.Bebaskanlah korban dari pakaian di daerah dada ( buka kancing baju bagian atas agar
   dada terlihat
7.Posisikan diri di sebelah korban, usahakan posisi kaki yang mendekati kepala sejajar
   dengan bahu pasien
8.Cek apakah ada tanda-tanda berikut :
   a.Luka-luka dari bagian bawah bahu ke atas (supra clavicula)
   b.Pasien mengalami tumbukan di berbagai tempat (misal : terjatuh dari sepeda motor)
   c. Berdasarkan saksi pasien mengalami cedera di tulang belakang bagian leher
9.Tanda-tanda tersebut adalah tanda-tanda kemungkinan terjadinya cedera pada tulang
   belakang bagian leher (cervical), cedera pada bagian ini sangat berbahaya karena disini
   tedapat syaraf-syaraf yang mengatur fungsi vital manusia (bernapas, denyut jantung)




KOMPRESI
Pijat jantung adalah usaha untuk “memaksa” jantung memompakan darah ke seluruh tubuh, pijat jantung dilakukan pada korban dengan nadi karotis yang tidak teraba. Pijat jantung biasanya dipasangkan dengan nafas buatan
Prosedur pijat jantung :
1. Posisikan diri di samping pasien
2. Posisikan tangan seperti gambar di center of the chest ( tepat ditengah-tengah dada)
3. Posisikan tangan tegak lurus korban
4. Tekanlah dada korban menggunakan tenaga yang diperoleh dari sendi panggul (hip joint)
5. Tekanlah dada kira-kira sedalam 4-5 cm (seperti gambar kiri bawah)
6. Setelah menekan, tarik sedikit tangan ke atas agar posisi dada kembali normal 7. Satu set pijat jantung dilakukan sejumlah 30 kali tekanan, untuk memudahkan menghitung dapat dihitung dengan cara menghitung sebagai berikut :
Satu Dua Tiga EmpatSATU
Satu Dua Tiga Empat DUA
Satu Dua Tiga Empat TIGA
Satu Dua Tiga Empat EMPAT
Satu Dua Tiga Empat LIMA
Satu Dua Tiga Empat ENAM
8. Prinsip pijat jantung adalah :
a. Push deep
b. Push hard
c. Push fast
d. Maximum recoil (berikan waktu jantung relaksasi)
e. Minimum interruption (pada saat melakukan prosedur ini penolong tidak boleh diinterupsi)
Perlindungan Diri Penolong

Dalam melakukan pertolongan pada kondisi gawat darurat, penolong tetap harus senantiasa memastikan keselamatan dirinya sendiri, baik dari bahaya yang disebabkan karena lingkungan, maupun karena bahaya yang disebabkan karena pemberian pertolongan.
Poin-poin penting dalam perlindungan diri penolong :
1. Pastikan kondisi tempat memberi pertolongan tidak akan membahayakan penolong dan pasien
2. Minimasi kontak langsung dengan pasien, itulah mengapa dalam memberikan napas bantuan sedapat mungkin digunakan sapu tangan atau kain lainnya untuk melindungi penolong dari penyakit yang mungkin dapat ditularkan oleh korban
3. Selalu perhatikan kesehatan diri penolong, sebab pemberian pertolongan pertama adalah tindakan yang sangat memakan energi. Jika dilakukan dengan kondisi tidak fit, justru akan membahayakan penolong sendiri.



AIRWAY DAN BREATHING
a.Jika tidak ada tanda-tanda tersebut maka lakukanlah Head Tilt and Chin Lift.
   Chin lift dilakukan dengan cara menggunakan dua jari lalu mengangkat tulang dagu (bagian     dagu yang keras) ke atas. Ini disertai dengan melakukan Head tilt yaitu menahan kepala dan mempertahankan posisi. Ini dilakukan untuk membebaskan jalan napas korban.
b.Jika ada tanda-tanda tersebut, maka beralihlah ke bagian atas pasien, jepit kepala pasien  dengan paha, usahakan agar kepalanya tidak bergerak-gerak lagi (imobilisasi) dan lakukanlah Jaw Thrust
Gerakan ini dilakukan untuk menghindari adanya cedera lebih lanjut pada tulang belakang bagian leher pasien.

10. Sambil melakukan a atau b di atas, lakukan lah pemeriksaan kondisi Airway (jalan napas)   dan Breathing (Pernapasan) pasien.
11. Metode pengecekan menggunakan metode Look, Listen, and Feel
Look :
 Lihat apakah ada gerakan dada (gerakan bernapas), apakah gerakan tersebut simetris ?

Listen :
Dengarkan apakah ada suara nafas normal, dan apakah ada suara nafas tambahan yang abnormal (bisa timbul karena ada hambatan sebagian)
Jenis-jenis suara nafas tambahan karena hambatan sebagian jalan nafas :
a.Snoring : suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan jalan napas bagian atas oleh benda padat, jika terdengar suara ini maka lakukanlah pengecekan langsung dengan cara cross-finger untuk membuka mulut (menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari dan jari telunjuk tangan yang digunakan untuk chin lift tadi, ibu jari mendorong rahang atas ke atas, telunjuk menekan rahang bawah ke bawah). Lihatlah apakah ada benda yang menyangkut di tenggorokan korban (eg: gigi palsu dll). Pindahkan benda tersebut
b. Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan yang disebabkan oleh cairan (eg: darah), maka lakukanlah cross-finger(seperti di atas), lalu lakukanlah finger-sweep (sesuai namanya, menggunakan 2 jari yang sudah dibalut dengan kain untuk “menyapu” rongga mulut dari cairan-cairan).

c.Crowing : suara dengan nada tinggi, biasanya disebakan karena pembengkakan (edema) pada  trakea, untuk pertolongan pertama tetap lakukan maneuver head tilt and chin lift atau jaw thrust saja

Feel :
Rasakan dengan pipi pemeriksa apakah ada hawa napas dari korban ?

12. Jika ternyata pasien masih bernafas, maka hitunglah berapa frekuensi pernapasan pasien itu dalam 1 menit (Pernapasan normal adalah 12 -20 kali permenit)
13. Jika frekuensi nafas normal, pantau terus kondisi pasien dengan tetap melakukan Look Listen and Feel
14. Jika frekuensi nafas < 12-20 kali permenit, berikan nafas bantuan (detail tentang nafas bantuan dibawah)
15. Jika pasien mengalami henti nafas berikan nafas buatan (detail tentang nafas buatan dibawah
16. Setelah diberikan nafas buatan maka lakukanlah pengecekan nadi carotis yang terletak di leher (ceklah dengan 2 jari, letakkan jari di tonjolan di tengah tenggorokan, lalu gerakkan lah jari ke samping, sampai terhambat oleh otot leher (sternocleidomastoideus), rasakanlah denyut nadi carotis selama 10 detik.
17. Jika tidak ada denyut nadi maka lakukanlah Pijat Jantung diikuti dengan nafas buatan, ulang sampai 6 kali siklus pijat jantung-napas buatan, yang diakhiri dengan pijat jantung
18. Cek lagi nadi karotis (dengan metode seperti diatas) selama 10 detik, jika teraba lakukan Look Listen and Feel (kembali ke poin 11) lagi. jika tidak teraba ulangi poin nomer 17.
19. Pijat jantung dan nafas buatan dihentikan jika
a.Penolong kelelahan dan sudah tidak kuat lagi
b.Pasien sudah menunjukkan tanda-tanda kematian (kaku mayat)
c.Bantuan sudah datang
d.Teraba denyut nadi karotis
20. Setelah berhasil mengamankan kondisi diatas periksalah tanda-tanda shock pada pasien :
a.Denyut nadi >100 kali per menit
b.Telapak tangan basah dingin dan pucat
c.Capilarry Refill Time > 2 detik ( CRT dapat diperiksa dengan cara menekan ujung kuku pasien dengan kuku pemeriksa selama 5 detik, lalu lepaskan, cek berapa lama waktu yg dibutuhkan agar warna ujung kuku merah lagi)
21. Jika pasien shock, lakukan Shock Position pada pasien, yaitu dengan mengangkat kaki pasien setinggi 45derajat dengan harapan sirkulasi darah akan lebih banyak ke jantung
22. Pertahankan posisi shock sampai bantuan datang atau tanda-tanda shock menghilang
23. Jika ada pendarahan pada pasien, coba lah hentikan perdarahan dengan cara menekan atau membebat luka (membebat jangan terlalu erat karena dapat mengakibatkan jaringan yg dibebat mati)
24. Setelah kondisi pasien stabil, tetap monitor selalu kondisi pasien dengan Look Listen and Feel, karena pasien sewaktu-waktu dapat memburuk secara tiba-tiba.


ADAPUN CARA PROSES PEMBERIAN PERTOLONGAN HINGGA KE CARDIPOPULMONARY RESUSCITATION (CPR) / RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) ADALAH SEBAGAI BERIKUT:

  1. Ketika anda menemukan korban, lakukanlah Penilaian dengan memeriksa responnya melalui respon suara anda. Panggillah nama korban jika anda mengenalnya atau dengan cara mengoyangkan bahu korban (hati-hati bila curiga ada cedera tulang belakang).
  2. Telepon Ambulance Gawat Darurat ( 021-26443300 / 081387721612 / 085770346558 ) untuk meminta bantuan atau mintalah bantuan kepada orang disekeliling anda.
  3. Cek nafas korban jika ada nafas berilah oksigen 
  4. jika TIDAK ADA NAFAS segera cek nadi korban selama 10 detik jika TIDAK ADA DENYUT NADI segera INGAT C-A-B dan segera lakukan KOMPRESI DADA / CHEST COMPRESSIONS dengan rasio 30 kali kompresi dada : 2 kali bantuan nafas. (Perbadingan 30:2 dilakukan dengan satu atau dua penolong) lakukan dengan penekanan yang cepat dan penekanan yang dalam dengan kecepatan 100/mnt.
  5. RJP di lakukan 5 siklus kemudian cek kembali kondisi korban.
  6. Jika korban menunjukkan tanda-tanda pulihnya satu atau semua sistem (Jantung dan Pernapasan), maka tindakan RJP harus segera dihentikan atau hanya diarah ke sistem yang belum pulih saja.Biasanya yang paling lambat pulih adalah pernafasan spontan, maka hanya dilakukan tindakan Resusitasi Paru (nafas buatan) saja. 
  7. Jika korban belum menunjukkan tanda-tanda pulihnya kedua sistem, lakukan kembali Resusitasi Jantung Paru (RJP) selama 5 siklus, setelah itu cek kembali kondisi korban.
Description: http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcT4pB7A2EIboeWumEDmNuhOR5zxZ6Er1-L0Bm71iNpWnZYSh9j-RA
Posisi Tangan Penolong Harus Tegak Lurus



CATATAN : 
  1. Pada korban dewasa rasio perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30:2 (satu/dua penolong)
  2. Pada korban anak dan bayi rasio perbandinganya 30:2 (satu penolong)
  3. pada korban anak dan bayi rasio perbandinganya 15:2 (dua penolong)  

Untuk menentukan keberhasilan tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP) / Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) maupun pemulihan sistem pada korban diantaranya:
  • Saat melakukan pijatan jantung luar suruh seseorang menilai nadi karotis, bila ada denyut maka berarti tekanan kita cukup baik.
  • Gerakan dada terlihat naik turun dengan baik pada saat memberikan bantuan pernafasan.
  • Reaksi pupil / manik mata mungkin akan kembali normal.
  • Warna kulit korban akan berangsur-angsur membaik.
  • Korban mungkin akan menunjukkan refleks menelan dan bergerak.
  • Nadi akan berdenyut kembali.

Resusitasi Jantung Paru (RJP) dapat dihentikan apabila:
  1. Korban pulih kembali.
  2. Penolong kelelahan.
  3. Diambil alih oleh tenaga yang sama atau yang lebih terlatih dimungkinkan juga dengan peralatan yang lebih canggih (seperti kejutan listrik).
  4. Jika ada tanda pasti mati.













Aplikasi Resusitasi Jantung Paru (RJP) dan Cara Melakukan RJP pada Dewasa, Anak, Bayi dan Situasi Khusus meliputi Tenggelam, Hipotermi, dan Sumbatan Jalan Nafas oleh Benda Asing
 Aplikasi RJP:
  1. Jika kita melihat pasien/korban yang tergeletak tampak tidak, pertama kali yang kita harus lakukan adalah memastikan bahwa lingkungan di sekitar korban yang tergeletak itu aman. Jika belum aman (misalnya korban tergeletak di tengah jalan raya atau di dalam gedung terbakar), maka korban harus dievakuasi/dipindah terlebih dahulu ke tempat yang aman dan memungkinkan mendapatkan pertolongan.
  2. Nilai respon pasien apakah pasien benar-benar tidak sadar atau hanya tidur saja. Mengecek kesadarannya dengan cara memanggil-manggil nama pasien, menepuk atau menggoyang bahu pasien, misalnya “Pak-pak bangun !” atau “Bapak baik-baik saja?” Jika masih belum sadar atau bangun juga bisa diberi rangsang nyeri seperti menekan pangkal kuku jari. Jika pasien sadar, tanyakan mengapa ia terbaring di tempat ini. Jika pasien sadar, terlihat kesakitan atau terluka segera cari bantuan dan kemudian kembali sesegera mungkin untuk menilai kondisi pasien.
  3. Jika tidak ada respon berarti pasien tidak sadar. Aktifkan sistem emergensi dengan cara meminta tolong dibawakan alat-alat emergensi atau dipanggilkan petugas terlatih atau ambulan jika berada di luar RS. Misalnya ‘Tolong ada pasien tidak sadar di ruang A, ”tolong panggil petugas emergensi ” atau ”Tolong ambil alat-alat emergensi ada pasien tidak sadar di ruang A”. Jika di lapangan : ”Tolong ada pasien tidak sadar di pantai tolong panggil ambulan atau 118 ”. Jika yang menemukan korban tidak sadar lebih dari satu orang, maka satu orang mengaktifkan sistem emergensi sedangkan lainnya menilai kondisi pasien. INGAT ! Dalam menolong pasien tidak sadar, kita tidak mungkin bekerja sendiri jadi harus meminta bantuan orang lain. Dalam meminta bantuan, penolong harus menginformasikan kepada petugas gawat darurat mengenai lokasi kejadian, penyebabnya, jumlah dan kondisi korban dan jenis pertolongan yang akan diberikan. Jika tersedia alat defibrilator dengan AED (Automatic Emergency Defibrilator), maka kita dapat menyiapkannya untuk pemeriksaan heart rate dan irama jantung dan jika ada indikasi melakukan defibrilasi.

  1. Gunakan manuver chin lift untuk membuka jalan nafas korban yang tidak mengalami cedera kepala dan leher. Jika diperkirakan ada trauma leher maka gunakan tehnik jaw thrust. Untuk lebih jelas lihat kembali pengelolaan jalan nafas.Periksa pernafasan dengan menggunakan tehnik LLF (Look, Listen, Feel) dengan tetap mempertahankan terbukanya jalan nafas selama 10 detik. Teknik LLF dapat dilihat di pengelolaan jalan nafas.
  2. Jika yakin tidak ada pernafasan maka segera beri nafas buatan dua kali pernafasan dengan tetap menjamin terbukanya jalan nafas. Bisa dengan mulut ke mulut/hidung atau dengan menggunakan sungkup muka. Satu kali pernafasan selama satu detik sampai dada tampak mengembang. Jika dada tidak mengembang kemungkinan pemberian nafas buatan tidak adekuat atau jalan nafas tersumbat.
  3. Setelah nafas buatan diberikan segera nilai sirkulasi dengan mengecek nadi arteri karotis. Nadi carotis dapat diraba dengan menggunakan 2 atau 3 jari menempel pada daerah kira-kira 2 cm dari garis tengah leher atau jakun pada sisi yang paling dekat dengan pemeriksa. Waktu yang tersedia untuk mengukur nadi carotis sekitar 5 – 10 detik.
  4. Jika nadi teraba, nafas buatan diteruskan dengan kecepatan 10-12 kali/menit atau satu kali pernafasan diberikan setiap 5-6 detik disertai pemberian oksigen dan pemasangan infus. Jika perlu pemasangan ETT dan ventilator. Pemantauan/monitoring terus dilakukan. Pemeriksaan denyut nadi dilakukan setiap 2 menit sampai pasien stabil. Pasien dirawat di ruang Intensif Care Unit (ICU). Penyebab henti nafas harus dicari dengan melakukan anamnesis pada keluarga penderita dan pemeriksaan fisik
  5. Pikirkan penyebabnya hipotensi/syok, edema paru, infark myokard dan aritmia. Aritmia bisa berupa aritmia yang sangat cepat seperti Supra Ventrikel Takikardi (SVT), atrial flutter, atrial fibrilasi, ventrikel takikardi. Aritmia sangat lambat bisa berupa AV blok derajat II dan derajat III. Koreksi penyebab atau konsul ke dokter ahli.
  6. Jika nadi tidak teraba segera lakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) dengan perbandingan kompresi dada (pijat jantung luar) 30 dan ventilasi (nafas buatan) 2. Kecepatan kompresi dada adalah 100 kali/menit. Kompresi dada merupakan tindakan yang berirama berupa penekanan telapak tangan pada tulang sternum sepertiga bagian bawah dengan tujuan memompa jantung dari luar sehingga aliran darah terbentuk dan dapat mengalirkan oksigen ke otak dan jaringan tubuh. Usahakan mengurangi penghentian kompresi dada selama RJP.

CARA melakukan RJP:
  1. Penderita harus berbaring terlentang di atas alas yang keras. Posisi penolong berlutut di sisi korban sejajar dengan dada penderita.
  2. Penolong meletakkan bagian yang keras telapak tangan pertama penolong di atas tulang sternum di tengah dada di antara kedua puting susu penderita (2-3 jari di atas prosesus Xihoideus) dan letakkan telapak tangan kedua di atas telapak tangan pertama sehingga telapak tangan saling menumpuk. Kedua lutut penolong merapat, lutut menempel bahu korban, kedua lengan tegak lurus, pijatan dengan cara menjatuhkan berat badan penolong ke sternum.
  3. Tekan tulang sternum sedalam 4-5 cm (1 ½ - 2 inci) kemudian biarkan dada kembali normal (relaksasi). Waktu kompresi dan relaksasi dada diusahakan sama. Jika ada dua penolong, penolong pertama sedang melakukan kompresi maka penolong kedua sambil menunggu pemberian ventilasi sebaiknya meraba arteri karotis untuk mengetahui apakah kompresi yang dilakukan sudah efektif. Jika nadi teraba berarti kompresi efektif.
  4. Setelah 30 kali kompresi dihentikan diteruskan dengan pemberian ventilasi 2 kali (1 siklus = 30 kali kompres dan 2 kali ventilasi). Setiap 5 siklus dilakukan monitoring denyut nadi dan pergantian posisi penolong jika penolong lebih dari satu orang.
Jika terpasang ETT maka tidak menggunakan siklus 30 : 2 lagi. Kompresi dilakukan dengan kecepatan 100 kali/menit tanpa berhenti dan ventilasi dilakukan 8-10 kali/menit. Setiap 2 menit dilakukan pergantian posisi untuk mencegah kelelahan

1 komentar:

  1. '90s documentary on '80s movie '90s documentary on '90s film '90s
    The 90s documentary on '90s documentary on '90s youtube mp3 documentary on '90s documentary on '90s film '90s film '90s film '90s film '90s film '90s film '90s film '90s film '90s film '90s film '90s film '90s film '90s film'90s film'90s film

    BalasHapus